Tommy Andika
14150030
6 PIK 1
1. Menurut PPMS butir kedua tentang verifikasi dan
keberimbangan berita, pada prinsipnya setiap berita harus melalui verifikasi. Berita
yang dapat merugikan pihak lain memerlukan verifikasi pada berita yang sama
untuk memenuhi prinsip akurasi dan keberimbangan. Dalam kasus ini terdapat
sebuah kesalahan yang dilakukan oleh media yakni tidak melakukan verifikasi
kepada anggota DPR yang diduga menerima suap. Hal ini tentunya sangat berbahaya
karna dapat menimbulkan opini publik. Efek nya pun bisa berdampak pada media
itu sendiri maupun pihak yang dituduh. Meskipun berita ini didapat dari sumber
yang kredibel yakni pejabat KPK, namun tetap perlu adanya verifikasi. Media
memberikan penjelasan kepada pembaca bahwa berita tersebut masih memerlukan
verifikasi lebih lanjut yang diupayakan dalam waktu secepatnya. Penjelasan
dimuat pada bagian akhir dari berita yang sama, di dalam kurung dan menggunakan
huruf miring.
2. Terlihat adanya kesalahan yang dilakukan media
tersebut, yakni memberitakan suatu hal yang tidak jelas sumbernya ( tidak
kredibel ) yakni dari postingan seseorang di media jejaring sosial Twitter.
Menurut PPMS butir kedua point c nomor 2 “ Sumber berita yang pertama adalah
sumber yang jelas disebutkan identitasnya, kredibel dan kompeten. “
Sudah sangat jelas tertera bahwa setiap pemberitaan
yang muncul ke publik semuanya harus melalui verifikasi dan tentunya didapat
dari sumber yang kredibel dan kompeten.
Menurut Kode Etik Jurnalistik pun ini
melanggar Pasal ke 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara
berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan
asas praduga tak bersalah. Media tersebut tidak menguji kebenaran berita ini, lebih mengejar kepada kecepatan berita daripada keakuratan berita.
3. Menurut PPMS Pasal ke 4 tentang Ralat, Koreksi dan Hak Jawab
a. Ralat, koreksi, dan hak jawab mengacu pada Undang-Undang Pers, Kode Etik Jurnalistik, dan Pedoman Hak Jawab yang ditetapkan Dewan Pers.
b. Ralat, koreksi dan atau hak jawab wajib ditautkan pada berita yang diralat, dikoreksi atau yang diberi hak jawab.
c. Di setiap berita ralat, koreksi, dan hak jawab wajib dicantumkan waktu pemuatan ralat, koreksi, dan atau hak jawab tersebut.
d. Bila suatu berita media siber tertentu disebarluaskan media siber lain, maka:
1) Tanggung jawab media siber pembuat berita terbatas pada berita yang dipublikasikan di media siber tersebut atau media siber yang berada di bawah otoritas teknisnya;
2) Koreksi berita yang dilakukan oleh sebuah media siber, juga harus dilakukan oleh media siber lain yang mengutip berita dari media siber yang dikoreksi itu;
3) Media yang menyebarluaskan berita dari sebuah media siber dan tidak melakukan koreksi atas berita sesuai yang dilakukan oleh media siber pemilik dan atau pembuat berita tersebut, bertanggung jawab penuh atas semua akibat hukum dari berita yang tidak dikoreksinya itu.
e. Sesuai dengan Undang-Undang Pers, media siber yang tidak melayani hak jawab dapat dijatuhi sanksi hukum pidana denda paling banyak Rp500.000.000 (Lima ratus juta rupiah).
Menurut KEJ, media online ini
melanggar Pasal
4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan
cabul. Analisis : Media online ini diwajibkan untuk meralat berita yang telah mereka sajikan agar tidak menimbulkan kegaduhan yang lebih parah lagi, mengingat berita ini pun memiliki tingkat sensitifitas yang sangat tinggi. Kalaupun berita ini sudah terlanjur disebarluaskan ke media lain maka pihak pertama harus bertanggung jawab penuh. Media ini pun tentunya sudah melanggar KEJ dengan menyebarkan berita bohong.
4. Dalam kaitan nya terhadap kasus ini, media berita online ini melanggar
Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam
melaksanakan tugas jurnalistik.Terdapat sebuah kebohongan dimana penempatan foto yang tidak ada kaitannya dengan isi berita, hal ini pun menimbulkan persepsi yang beragam bagi para pembaca. Meskipun isi berita nya benar adanya, namun harus didukung oleh penempatan foto yang benar pula. Jika melanggar, maka berita ini tidak valid dan memenuhi unsur berita bohong dan tentunya media online ini juga melanggar PPMS butir ke 2 tentang verifikasi dan keberimbangan berita. Media online ini mencatut foto pribadi Jenderal dan mengkaitkan nya dengan isi berita yang sebenarnya tidak ada hubungannya sama sekali. Hal ini pun tentunya sangat merugikan Jenderal yang diberitakan karna dapat memunculkan opini publik yang negatif tentang dirinya.
5. Kasus ini berkaitan dengan
Pasal 4 PPMS tentang Ralat,
Koreksi, dan Hak Jawab
a. Ralat, koreksi, dan hak jawab mengacu pada Undang-Undang Pers, Kode Etik
Jurnalistik, dan Pedoman Hak Jawab yang ditetapkan Dewan Pers.b. Ralat, koreksi dan atau hak jawab wajib ditautkan pada berita yang diralat, dikoreksi atau yang diberi hak jawab.
c. Di setiap berita ralat, koreksi, dan hak jawab wajib dicantumkan waktu pemuatan ralat, koreksi, dan atau hak jawab tersebut.
d. Bila suatu berita media siber tertentu disebarluaskan media siber lain, maka:
1) Tanggung jawab media siber pembuat berita terbatas pada berita yang dipublikasikan di media siber tersebut atau media siber yang berada di bawah otoritas teknisnya;
2) Koreksi berita yang dilakukan oleh sebuah media siber, juga harus dilakukan oleh media siber lain yang mengutip berita dari media siber yang dikoreksi itu;
3) Media yang menyebarluaskan berita dari sebuah media siber dan tidak melakukan koreksi atas berita sesuai yang dilakukan oleh media siber pemilik dan atau pembuat berita tersebut, bertanggung jawab penuh atas semua akibat hukum dari berita yang tidak dikoreksinya itu.
e. Sesuai dengan Undang-Undang Pers, media siber yang tidak melayani hak jawab dapat dijatuhi sanksi hukum pidana denda paling banyak Rp500.000.000 (Lima ratus juta rupiah).
Yang harus dilakukan pertama adalah kesadaran dari media online pembuat berita tersebut untuk segera meralat maupun mengoreksi berita tersebut karna sudah terlanjur dikutip oleh media lain. Mereka pun harus bertanggung jawab akan berita ini jika tidak adanya ralat yang dilakukan, mereka pun harus bertanggung jawab dengan siap meladeni tuntutan hukum jikalau digugat nantinya. Pencabutan berita juga juga merupakan opsi lain yang dapat dilakukan yang diatur pula dalam PPMS pasal ke 5 tentang Pencabutan Berita. Media siber lain wajib mengikuti pencabutan kutipan berita dari media asal yang telah dicabut. Pencabutan berita wajib disertai dengan alasan pencabutan dan diumumkan kepada publik.
Dalam kaitannya dengan Kode Etik Jurnalistik, hal ini juga merupakan sebuah pelanggaran jika merujuk pada
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita
yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca,
pendengar, dan atau pemirsa.